Welcome

Minggu, 07 April 2013

Cerpen



AKU SAYANG KAKAK


 Ayahku pegawai yang bekerja di luar kota, sedangkan ibuku hanya ibu rumah tangga. Aku adalah anak kandung satu-satunya dari ayah dan ibuku. Tapi, sebelum aku lahir, ayah dan ibuku sudah mengadopsi anak. Ibu dan ayah tidak membeda-bedakan aku dengan kakakku karena menurut mereka semua anak adalah sama. Kakak angkatku bernama Chika. Orangnya sangat baik dan penyayang.

***

Tingtong... tingtong... tingtong...
Bunyi bel di rumahku terdengar ketika aku sedang di kamar tidurku. Ketika itu, aku sedang bersih-bersih meja belajar. Aku segera menuju pintu untuk membukakan pintu rumah karena ibu dan kakakku sedang memasak di dapur.
“ Wah, ayah pulang!” ucapku gembira. Setiap ayah pulang dari luar kota, ayah selalu membawa oleh-oleh untukku dan kakakku.
“ Ibu..., Kakak..., ayah pulang!” ucapku sambil berteriak gembira.
Ibu dan kakakku segera menghampiri aku dan ayah yang masih berada di depan pintu rumah.
“Wah, ayah sudah pulang!” ucap kakakku.
“Iya Kak, ayah pulang lebih cepat dari biasannya,” jawabku samabil tertawa kecil.
Aku dan kakak membawa koper ayah.
“Wah, pasti ayah membawa oleh-oleh nih!” ucapku.
“ Iya Dik, ayah sepertinya membawa oleh-oleh banyak,” ucap kakakku yang berada di sampingku.
Kami makan bersama karena ibu dan kakak membuat makanan kesukaan keluarga kami Karena Selera makan kami sama. Setelah makan, kami berkumpul di ruang keluarga.
“ Ayah, oleh-olehnya buatku mana?” tanyaku kepada Ayah yang sedang duduk sambil melihat televisi.
“ Iya, itu di dalam koper Ayah” jawab Ayah.
Lalu Aku segera mengambil koper Ayah dan membawanya ke Ruang Keluarga untuk dibuka bersama. Tenyata Ayah hanya membawakan oleh-oleh baju dan sepatu untuk Kakak.
“Ayah, lalu baju untukku mana?”
“Di dalam koper sayang,” balas ayah.
“Di dalam koper hanya ada baju dan sepatu besar. Ini pasti untuk kakak! Lalu untukku mana, Ayah?” tanyaku lagi kepada ayah.
“Oh Iya, Ayah lupa sayang, kemarin Ayah cepat-cepat karena Ayah ditunggu pimpinan Ayah,” jawab ayah lagi.
“ Ah, Ayah gak asik!” ucapku sambil pergi menuju kamar karena kecewa.
 “Nanti kalo Ayah ada tugas keluar kota lagi, Ayah pasti belikan yang banyak untukmu sayang... tapi kemarin Ayah benar-benar lupa sayang...,” balas Ayah sambil berteriak karena aku pergi menuju kamar tidurku.
“Terserah Ayah saja, aku juga gak butuh gituan!” jawabku sambil kesal kepada ayah.
Di dalam kamar aku merasa sedih dan kecewa kepada Ayah, kenapa hanya kakak yang dibelikan oleh-oleh. Kenapa aku tidak dibelikan. Waktu itu aku mengunci kamar sampai pagi.
 Untung saja pagi itu adalah hari Minggu. Jadi, aku tidak perlu repot pergi ke sekolah. Saat sarapan pagi, aku tidak keluar dari kamarku karena aku masih marah dengan keadaan yang kemarin. Kakakku mengetuk pintu kamarku untuk mengajakku makan bersama. Tapi, aku hanya diam.
“Adik, ayo kita makan bersama. Ayah dan Ibu sudah menunggu kita di ruang makan. Kita tunggu di ruang makan ya, Dik? Buruan dik!” ucap kakak sambil pergi menuju ruang makan.
Aku tidak menjawab ucapan kakak.
Beberapa menit aku ditunggu oleh ayah,ibu dan kakak. Tapi, aku tetap tidak keluar dari kamar. Akhirnya, mereka makan duluan.
“ Kak, Adik mana kok belum keluar?” tanya ibu kepada kakak.
“ Tadi udah Kakak bangunin Bu.” balas kakak.
“ Ya sudah, nanti Adik dilihat ya, Kak!” ucap ayah kepada kakak.
“ Iya, Ayah,” balas kakak.
Setelah selesai, kakak menghampiriku di kamar tidurku.
Toktoktok...
“Dik, Kakak boleh masuk?” tanya kakak.
Berhubung aku tidak menjawab pertannyaan kakak, kakak langsung membuka pintu kamarku karena waktu itu aku lupa mengunci pintu kamarku. Kakak menghampiriku.
“Dik, kenapa tadi kok gak ikut makan sih? tadi Adik ditunggu Ayah loh... Adik marah ya kemarin tidak dibelikan oleh-oleh sama Ayah?” ucap kakak.
“ Iya, Adik kecewa kenapa hanya Kakak yang diberi oleh-oleh sama ayah!” balasku.
“ Oh, masalah itu ya? Kalau gitu oleh-oleh Kakak buat Adik aja deh,” ucap kakak dengan senyuman manis.
“Ah, enggak usah Kak, itukan punya Kakak, itu juga enggak muat buat aku. Itu terlalu besar untuk aku pakai,” balasku.
Lalu kakak merangkulku.
“Aku sayang kamu, Dik!” ucap kakak padaku.
“Aku juga sayang, Kakak!” balasku.
Setelah itu aku kembali dan tidak marah kepada semuanya lagi. Tapi, hari demi hari ayah dan ibu mulai berbeda. Ayah dan ibu membedakan aku dengan kakakku. Mereka lebih perhatian dan memanjakan kakakku. Saat itu juga aku mulai membenci kakakku. Aku iri dengan kakak yang selalu dimanja oleh ayah dan ibu. Setiap kakak berbicara kepadaku, aku selalu menghindar dan hubunganku dengan kakak semakin jauh. Saat aku berada di kamar dan sedang membaca komik, kakakku menghampiriku.
“Adik, Kakak boleh bertanya?” ucap kakak.
Aku hanya diam sambil asyik membaca komik. Akhirnya kakak mengganguku yang sedang asyik membaca komik.
“Ih Kakak, kenapa sih kalo tanya langsung tanya aja gak usah ganggu Adik segala!” jawabku sambil marah.
“ Adik akhir-akir ini kenapa sih kok menghindar dari Kakak?” tanya kakak kepadaku.
“Siapa yang menghindari Kakak?” balasku.
“Adik jangan bohongin Kakak dong... Adik marah sama Kakak?” tanya kakak lagi.
“Ah, pikir aja sendiri, Kak! Adik benci Kakak!” ucapku sambil meninggalkan kakak.
Aku langsung pergi ke rumah temanku yang rumahnya tidak jauh dari rumahku. Hanya beberapa menit aku bermain karena Aku bosan. Lalu, Aku kembali pulang dan masuk ke kamar tidurku. Ternyata, kakakku masih berada di kamarku sambil tidur.
“ Kakak... kenapa Kakak nggak tidur di kamar sendiri sih?” tanyaku dengan kesal.
Aku membangunkan kakakku. Tapi, kakakku nggak juga bangun.
Lalu aku memanggil ayah dan ibu.
“Ibu... Ayah... Ayah...” teriakku kepada ayah dan ibu.
Lalu ibu dan ayah segara menuju kamarku.
“Ada apa Nak panggil Ayah dan Ibu sambil teriak kencang seperti itu?” tanya ayah.
“Itu... itu... kakak kenapa? Udah Adik bangunin tapi kakak gak bangun-bangun?” balasku kepada ayah.
Ayah mencoba membangunkan kakak tapi kakak tidak sadar juga. Ibu juga membangunkan kakak sambil menangis. Ayah segera membawa kakak ke rumah sakit. Kami semua ikut membawa kakak ke rumah sakit.
“Bu... Kakak kenapa Bu?” tanyaku kepada ibu.
“Nggak tau Nak, mungkin penyakit yang diderita kakakmu kambuh Seperti firasat Ibu akhir-akhir ini,” balas Ibu sambil menangis.
“Hah? Penyakit kakak kambuh? Emangnya Kakak punya penyakit apa?” tanyaku dalam hati.
Melihat ibu dan ayah yang sangat panik, aku mencoba tidak bertanya-tanya tentang keadaan kakak. Setelah sampai di rumah sakit kakak segera dibawa ke ruangan dan diperiksa oleh dokter.
Setelah menunggu cukup lama, dokter keluar dari ruangan tempat kakak diperiksa. Ayah, ibu, dan aku segara menghampiri dokter dan bertanya soal keadaan kakak.
“Dok, bagaimana keadaan anak saya Dok?” tanya ayah kepada dokter yang memeriksa keadaan kakak.
“Kami sudah berusaha sekuat kami Pak. Tapi jika Tuhan berkehendak lain, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” balas dokter.
Dokter segera pergi. Kemudian ayah dan ibu langsung menangis dan aku yang melihat ibu dan ayah menangis, Aku juga ikut menangis.
“Ibu, ini ada apa? Kenapa Ayah dan Ibu mengangis? Gimana keadaan Kakak? Baik baik sajakan, Bu?” tanyaku kepada Ibu.
“Kakak kamu sudah meninggalkan kita untuk selamanya, Nak,” jawab ibu.
“Maksud Ibu apa? Kakak meninggalkan kita untuk selamnya...? Hah... maksud Ibu Kakak meninggal?” tanyaku lagi kepada ibu.
“Iya, Nak...,”jawab Ibu.
“Nggak mungkin, Bu...,” ucapku.
“Ayah, Ibu bohongkan sama Adik?” tanyaku kepada ayah.
“Tidak Nak, apa yang dibilang Ibumu benar,” jawab ayah sambil menangis.
“Tidak mungkin, tadi Adik masih melihat kakak sehat-sehat aja kok!” ucapku sambil menangis.
Lalu, kami segera memasuki ruangan kakak. Tubuh Kak Chika tergeletak di ranjang.

“Hiks... Hiks... maafkan Adik, Kak! Maafkan, Adek! Adik bodoh karena selama ini Adek benci Kakak karena Adik iri kepada Kak! Meskipun selama ini Adik benci sama Kakak, Adik sayang banget sama Kakak! Adik sayang Kakak selamanya! Maafin Adek ya Kak kalau selama ini Adik udah jahat sama Kakak! ADEK SAYANG KAKAK SELAMANYA... !!” ucapku yang sedang memeluk badan kakak sambil menangis.

***

Akhirnya, aku menyesal karena telah menjadi adik terburuk yang membenci kakaknya hanya karena kakak lebih dimanja oleh ayah dan ibu.


***

Oleh karena itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kita tidak boleh iri kepada seseorang apalagi dengan orang yang kita cintai dan kita sayangi. Jika orang yang kita cintai dan sayangi sudah meninggalkan kita untuk selamanya, kita akan menyesal di akhir. Penyesalan datang di akhir.


-SELESAI-




 Jangan Lupa Komentarnya Ya Sobat :) makasih ;)